
Jakarta –
Para ilmuwan menemukan organ baru yang terletak di belakang hidung, tepatnya di bagian atas tenggorokan. Organ baru ini berupa satu set kelenjar ludah.
Kelenjar ludah yang ditemukan ini memiliki rata-rata panjang sekitar 3,9 sentimeter. Para ilmuwan yang menemukan organ ini menyebutnya dengan nama kelenjar ludah tubarial, karena lokasinya di atas sepotong tulang rawan yang disebut torus tubarius.
Dalam laporan yang dipublikasi di jurnal Radiotherapy Oncology, para ilmuwan menuliskan bahwa kelenjar yang baru ditemukan ini kemungkinan berfungsi untuk melembabkan tenggorokan bagian atas, di belakang hidung dan mulut.
Para ilmuwan dari Institut Kanker Belanda tidak sengaja menemukan organ baru ini menggunakan kombinasi CT scan dan positron emission tomography (PET) scan, yang disebut PSMA PET-CT untuk mempelajari kanker prostat. Saat pemindaian, dokter menyuntik ‘pelacak’ radioaktif ke pasien.
‘Pelacak’ ini bisa mengikat dengan baik pada protein PSMA yang meningkat dalam sel kanker prostat dan mendeteksi kanker yang telah bermetastasis. Pemindaian ini juga bisa mendeteksi jaringan kelenjar ludah yang memiliki PSMA tinggi.
Sampai saat ini, ada tiga kelenjar ludah besar yang diketahui terdapat pada manusia. Satu di bawah lidah, satu di bawah rahang dan satu di belakang rahang.
Penulis studi dan ahli bidang onkologi radiasi Institut Kanker Belanda Wouter Vogel mengatakan, di luar itu mungkin ada seribu kelenjar ludah mikroskopis tersebar di seluruh jaringan mukosa tenggorokan dan mulut.
“Jadi, bayangkan betapa terkejutnya kami saat menemukan ini,” kata Vogel yang dikutip dari Live Science, Rabu (21/10/2020).
Untuk membuktikannya, para ilmuwan melibatkan 100 pasien yang 99 di antaranya adalah pria karena berfokus pada kanker prostat. Mereka menemukan bahwa semuanya memiliki kelenjar baru tersebut.
Penemuan itu bisa menjadi penting untuk pengobatan kanker. Vogel mengatakan jika terjadi kerusakan pada kelenjar ini, bisa mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
“Pasien mungkin akan mengalami kesulitan saat makan, menelan atau berbicara yang bisa menjadi beban nyata,” ungkapnya.
Banyak yang tidak mengetahui kelenjar ludah tubarial ini. Para peneliti memeriksa catatan lebih dari 700 pasien kanker yang dirawat di University Medical Center Groningen, adanya efek samping jika pasien menerima makin banyak radiasi di area kelenjar tersebut.
“Langkah kami selanjutnya adalah mencari cara terbaik untuk menyelamatkan kelenjar baru ini pada pasien. Jika kita bisa melakukan ini, pasien mungkin mengalami sedikit efek samping yang menguntungkan kualitas hidup mereka setelah pengobatan,” jelas Vogel.
Simak Video “Ilmuwan China Gunakan Ragi Roti Sebagai Antivirus Corona“
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)